JAKARTA | Ardian tersandung kasus dugaan korupsi dana PEN terkait suap pengurusan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah tahun 2021 Kabupaten Kolaka Timur.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto. Ardian ditahan selama 20 hari terhitung sejak hari ini hingga 21 Februari 2022.
“MAN [Mochamad Ardian Noervianto] ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih. ” ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Rabu (2/2).
Kasus ini melibatkan dua tersangka lain yaitu Bupati Kolaka Timur nonaktif. Andi Merya Nur danKepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar.
Alex menjelaskan Ardian sebagai Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021 memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Dengan tugas itu, Ardian mempunyai wewenang menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan pemerintah daerah.
Knologis Dugaan Korupsi dana PEN
Sekitar bulan Maret 2021, Andi Merya menghubungi Laode agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur.
Selain menghubungi Laode, ada pula permintaan bantuan lain oleh Andi Merya kepada LM Rusdianto Emba. Diketahui pula Rusdianto Emba telah mengenal baik Ardian.
Dua bulan berikutnya, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta. Andi Merya mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar dan meminta agar Ardian mengawal dan mendukung proses pengajuannya.
“Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, tersangka MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman,” ungkap Alex.
KPK menduga ada persyaratan yang diminta oleh Ardian mengenai pemberian uang secara bertahap dimaksud. Yakni 1 persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri; 1 persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu; dan 1 persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
“Tersangka AMN [Andi Merya Nur]memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp2 miliar ke rekening bank milik tersangka LMSA [Laode M. Syukur Akbar] yang juga diketahui L.M. Rusdianto Emba,” terang Alex.
Dari jumlah itu, Ardian menerima Sin$131.000 atau setara Rp1,5 miliar. Sementara Laode menerima Rp500 juta.
“Permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan tersangka AMN disetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka MAN pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan,” ucap Alex.
Atas perbuatannya, Ardian dan Laode disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.